Jakarta, Kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah berdampak besar pada berbagai lembaga negara, termasuk Komisi Yudisial (KY). Ketua KY, Amzulian Rifai, mengungkapkan bahwa anggaran yang tersedia saat ini hanya cukup untuk membayar gaji pegawai hingga bulan Oktober 2025. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan kelangsungan operasional lembaga tersebut dalam menjalankan tugasnya.
Dampak Pemangkasan Anggaran terhadap KY
Dalam pernyataannya di Kompleks Parlemen, Senin (10/2), Amzulian menyoroti bahwa operasional sehari-hari KY menjadi terganggu akibat pemotongan anggaran yang mencapai 54 persen dari pagu awal sebesar Rp184 miliar. Dengan berkurangnya anggaran, berbagai aspek operasional KY turut terdampak, termasuk penggunaan kendaraan dinas.
“Saya tadi dapat kabar, BBM kami mulai bulan depan harus beli sendiri. Kendaraan kami tidak lagi dibiayai oleh negara,” ujar Amzulian.
Selain itu, pemangkasan anggaran juga berdampak pada pelaksanaan seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc di Mahkamah Agung (MA). Proses seleksi yang krusial dalam menjaga kualitas peradilan di Indonesia kini menghadapi kendala finansial. Menurut Amzulian, seleksi tersebut membutuhkan anggaran sekitar Rp4 hingga Rp5 miliar yang saat ini tidak tersedia.
Instruksi Presiden tentang Efisiensi Anggaran
Presiden Prabowo Subianto telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025. Kebijakan ini bertujuan untuk menghemat anggaran negara hingga Rp306,69 triliun, yang sebagian besar berasal dari pemangkasan belanja kementerian dan lembaga (K/L) serta transfer dana ke daerah.
Dampak dari kebijakan ini dirasakan oleh banyak lembaga negara, termasuk KY yang kini mengalami kesulitan dalam menjalankan tugasnya secara optimal. Pemotongan anggaran yang signifikan pada lembaga dengan anggaran terbatas berisiko menghambat kinerja dan efektivitas dalam menjalankan tugasnya.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Dengan keterbatasan anggaran, KY menghadapi tantangan besar dalam menjalankan tugasnya, terutama dalam menjaga independensi dan integritas peradilan di Indonesia. Tanpa anggaran yang memadai, seleksi hakim agung yang bertujuan untuk memastikan keadilan hukum di negeri ini berpotensi tertunda.
Pemerintah diharapkan dapat mempertimbangkan ulang alokasi anggaran agar lembaga-lembaga vital seperti KY tetap dapat menjalankan fungsinya secara optimal. Efisiensi anggaran memang penting, tetapi harus diimbangi dengan pemenuhan kebutuhan dasar bagi operasional lembaga yang berperan dalam menjaga sistem hukum dan keadilan di Indonesia.
Pemangkasan anggaran KY hingga 54 persen berdampak besar pada keberlangsungan operasional dan gaji pegawai yang hanya cukup hingga Oktober 2025. Selain itu, proses seleksi hakim agung dan hakim ad hoc juga terhambat akibat keterbatasan dana. Dengan tantangan ini, diharapkan pemerintah dapat meninjau kembali kebijakan efisiensi anggaran agar lembaga-lembaga penting tetap dapat menjalankan tugasnya secara maksimal demi kepentingan masyarakat luas.