KontraS Tegaskan Penolakan terhadap RUU TNI dan Polri di DPR

Jakarta, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyampaikan sikap tegasnya terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI dan Polri yang tengah dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pada Senin (3/3), perwakilan KontraS mendatangi Komisi I dan III DPR RI guna menyerahkan surat terbuka yang berisi penolakan terhadap RUU tersebut.

Alasan Penolakan KontraS

Kepala Divisi Hukum KontraS, Andrie Yunus, menegaskan bahwa revisi UU TNI dan Polri tidak memberikan solusi terhadap berbagai permasalahan mendasar yang ada dalam institusi kedua lembaga tersebut. Menurutnya, substansi yang dibahas dalam revisi ini tidak menyentuh akar persoalan kultural yang selama ini mengakar dalam tubuh TNI dan Polri.

Secara khusus, KontraS mengkritik beberapa poin dalam RUU Polri yang dinilai berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan dengan Badan Intelijen Negara (BIN). Pasalnya, dalam RUU ini terdapat usulan untuk memperluas kewenangan intelijen dan keamanan bagi Polri. Hal ini, menurut KontraS, dapat menimbulkan persoalan baru dalam tata kelola keamanan nasional.

“RUU ini mengatur penambahan kewenangan intelijen bagi Polri, yang bisa berpotensi tumpang tindih dengan BIN dan lembaga lain yang sudah memiliki fungsi serupa,” jelas Andrie.

Kekhawatiran terhadap RUU TNI

Selain itu, KontraS juga menyoroti RUU TNI yang memberikan peluang bagi prajurit aktif untuk menduduki jabatan sipil di berbagai instansi pemerintahan. Menurut Andrie, ketentuan ini berisiko mengembalikan praktik militerisme dalam pemerintahan, seperti yang terjadi pada masa Orde Baru.

“Kami melihat ada upaya perluasan jabatan sipil yang diperbolehkan diisi oleh prajurit aktif. Hal ini bermasalah dan berpotensi mengembalikan sistem pemerintahan ke pola sentralistik seperti era Orde Baru,” tambahnya.

Dinamika di DPR

RUU TNI dan Polri saat ini masih dalam tahap pembahasan di DPR. Wakil Ketua DPR, Adies Kadir, sebelumnya menyatakan bahwa salah satu poin dalam revisi UU TNI adalah usulan perubahan usia pensiun serta penghapusan larangan bagi prajurit untuk berbisnis. Saat ini, usia pensiun perwira ditetapkan pada 58 tahun, sedangkan bintara dan tamtama pada 53 tahun.

Baca juga :  DPR Usulkan Pengangkatan CPNS dan PPPK Dilakukan Bertahap

Sementara itu, anggota Komisi I DPR, Hasanuddin, menyatakan bahwa pembahasan revisi UU ini masih terbuka untuk perubahan lebih lanjut. Ia menegaskan bahwa dinamika politik dalam proses revisi UU akan terus berlangsung dan dapat menghasilkan perubahan pada sejumlah pasal.

“Dalam pembahasan nanti, ada kemungkinan beberapa pasal mengalami perubahan atau bahkan ada pasal baru yang ditambahkan,” kata Hasanuddin.

Kesimpulan

Penolakan KontraS terhadap RUU TNI dan Polri mencerminkan kekhawatiran masyarakat sipil terhadap kemungkinan tumpang tindih kewenangan serta kembalinya militerisme dalam pemerintahan. DPR dan pemerintah diharapkan dapat mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak guna memastikan bahwa revisi UU ini tidak justru menimbulkan masalah baru dalam tata kelola negara. Dengan dinamika yang masih berlangsung, pembahasan RUU ini diprediksi akan terus menjadi sorotan publik hingga keputusan akhir diambil.

KPK Verifikasi Dugaan Korupsi dalam Retret Kepala Daerah

Bobby Nasution Tanggapi Hasto yang Minta KPK Periksa Keluarga Jokowi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *